Krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, menurut para ahli ekonomi
adalah karena rapuhnya fundamental
ekonomi Indonesia. Artinya kemajuan-kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada
saat itu sangat didominasi oleh kelompok-kelompok ekonomi
besar/industri-industri besar yang masih sangat tergantung pada luar negeri
baik dari bahan baku, modal, dan teknologi. Sehingga pada saat nilai rupiah
terhadap valuta asing jatuh, maka perekonomian Indonesia mengalami goncangan hebat. Misalnya: tutupnya
industri-industri besar yang mengakibatkan
ribuan orang menjadi penganggur,
meningkatnya harga-harga kebutuhan yang berbahan baku impor dan
lainlain. Sampai saat ini ketergantungan
sektor industri di Indonesia (khususnya industri manufaktur) terhadap
luar negeri masih sangat besar. Inilah tantangan dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia.
a. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan dan keterbelakangan merupakan masalah yang umum terjadi di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Menurut ketentuan yang dibuat oleh PBB yang masuk dalam kategori negara
miskin adalah negara yang pendapatan perkapitanya kurang dari 1000 US$.
Berdasarkan data dari UNDP (United Nations Development Program) tahun 2004
pendapatan per kapita dalam dolar Amerika Serikat, yaitu Indonesia 3.609, India
3.019, Sri Lanka 4.600, dan Sierra Leone 561. Saat ini Indonesia tidak lagi
masuk golongan negara miskin. Meski demikian saat ini masih ada sekitar 40 juta
orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Keterbelakangan adalah
ketertinggalan jika dibandingkan dengan pihak lain. Dibandingkan negara maju
seperti Jepang, Indonesia banyak mengalami ketertinggalan dalam berbagai
bidang.
Pada masa Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan dijabat oleh Prof. Dr.
Wardiman Joyonegoro, beliau sangat memerhatikan masalah penguasaan teknologi
ini. Sehingga pada saat itu kebijakan Depdikbud adalah mendorong berdirinya
fakultas-fakultas exacta dan menghentikan
izin untuk pembukaan fakultas-fakultas
sosial di level pendidikan tinggi.
Kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan adalah mata rantai yang sulit diputus (memiliki keterkaitan
yang kuat). Karena miskin orang tidak akan punya biaya untuk mendapatkan
pendidikan (sekolah) bagi anak-anaknya. Akibat selanjutnya adalah lahirnya
generasi bodoh dan terbelakang. Tahukah kamu bagaimana orang bodoh bisa keluar
dari kemiskinan?
Menurut Soetjipto Wirosardjono dari
data SUSENAS yang ada di BPS, keluarga-keluarga miskin umumnya bertempat
tinggal di kantong-kantong pemukiman atau daerah yang kecil kemungkinannya
disentuh oleh kebijaksanaan ditambah situasi bahwa mayoritas dari mereka
berpendidikan begitu rendah yang oleh Selo Sumardjan disebut sebagai kemiskinan
struktural. Jenis kemiskinan ini biasanya cenderung diwariskan dari generasi ke
generasi.
Berbagai program yang pernah
diluncurkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan di antaranya Inpres
Desa Tertinggal (IDT) yang merupakan pemberian modal kepada rakyat miskin untuk
digunakan secara bergulir. Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yakni program
bantuan/keringanan dari pemerintah untuk meringankan biaya-biaya kebutuhan
hidup, program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan
sebagainya.
b. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah utama
yang banyak dihadapi oleh negara berkembang, pada umumnya hal tersebut
berkaitan erat dengan ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan angkatan kerja, dan perluasan kesempatan kerja. Pertumbuhan
angkatan kerja dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1) Tingkat pertumbuhan dan struktur
penduduk yang berkaitan erat dengan aspek demografi.
2) Tingkat partisipasi penduduk dalam
pasar kerja yang berkaitan erat dengan aspek sosial ekonomi.
Sebuah negara yang rendah penguasaan
teknologinya, seperti Indonesia, sangat mengharapkan adanya investasi asing.
Dengan mengandalkan investasi dalam negeri (PMA) saja maka tidak akan bisa
menyerap angkatan kerja sehingga tingkat pengangguran akan tetap tinggi.
Data tahun 2005 menunjukkan bahwa
jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 40 juta jiwa dan 10 juta jiwa
merupakan pengangguran terbuka. Mengapa laju perluasan kesempatan kerja tidak
secepat laju pertumbuhan angkatan kerja? Ini adalah fenomena yang biasa terjadi
di negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kondisi sebaliknya
justru terjadi di negara-negara maju, di mana pertumbuhan penduduk (angkatan
kerja) rendah, sementara kebutuhan tenaga kerja dari industri meningkat dengan
cepat. Rendahnya investasi di negara berkembang umumnya diakibatkan rendahnya
penguasaan teknologi. Negara-negara yang kaya akan hasil tambang seperti di
Afrika dan Timur Tengah (minyak), eksplorasi dilakukan oleh
perusahaanperusahaan dari Eropa dan AS.
EmoticonEmoticon